Senin, 30 Mei 2011

Pengelolaan Pegadaian dan Leasing



LEASING
Perkembangan Leasing
Kegiatan leasing ( sewa guna usaha) diperkenalkan untuk petama kalinya di Indonesia pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974 dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang “Perijinan Usaha leasing”. Sejak saat itu (khususnya tahun 1980) jumlah perusahaan sewa guna usaha dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung perkembangan usaha ini Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No 650/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak paenjualan dan besarnya bea meterai terhadap usaha leasing. Selanjutnya dengan kebijakan deregulasi tanggal 20 Desember 1988 perusahaan pembiayaan di antaranya usaha leasing diatur dalam paket tersebut dengan berlakunya paket kebijakan tersebut juga diperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (Joint Venture) bersama perusahaan swasta nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna usaha sebagai alternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di Indonesia, di samping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan. Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam Pakdes 20, 1988 dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988
Pengertian
a) Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
b) Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:
1. Pembiayaan perusahaan
2. Penyediaan barang-barang modal
3. Jangka waktu tertentu
4. Pembayaran secara berkala
5. Adanya hak pilih (option right)
6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee
Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
• jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor.
• Masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya :
- 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I,
- 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III,
- 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.
• Perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) apabila memenuhi semua kriteria berikut :
• jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor.
• Perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa-guna-usaha dapat dilaksanakan sebagai berikut :
• Sewa-guna-usaha Langsung (Direct Lease).
Dalam transaksi ini lessee belum pernah memiliki barang modal yang menjadi obyek sewa-guna-usaha, sehingga atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.
• Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and Lease Back).
Dalam transaksi ini lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan kontrak sewa-guna-usaha antara lessee (pemilik semula) dengan lessor (pembeli barang modal tersebut).
• Sewa-Guna-Usaha Sindikasi (Syndicated Lease)
Yaitu beberapa perusahaan sewa-guna-usaha secara bersama melakukan transaksi sewa-guna-usaha dengan satu lessee. Dalam hal ini salah satu perusahaan sewa-guna-usaha akan bertindak sebagai koordinator, sehingga lessee cukup berkomunikasi dengan koordinator ini.
Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha. Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.
Lessor wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan mencantumkan nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang modal dimaksud terikat dalam perjanjian sewa-guna-usaha. Plakat atau etiket ini harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha. Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket ini tetap melekat pada barang modal yang disewa-guna-usaha.
Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari lessor. Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain, kecuali Lessee yang memang bergerak di bidang usaha persewaan. Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha. Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa-guna-usaha. Dalam hal lessee menggunakan hak opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.



Perlakuan Perpajakan
a) Finance Lease
 Perlakuan Pajak bagi Lessor
Penghasilan lessor yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran finance lease yaitu berupa imbalan jasa leasing dikurangi dengan angsuran pokok. Dalam hal sewa-guna-usaha sindikasi, imbalan jasa bagi masing-masing anggota dihitung secara proporsional sesuai dengan perjanjian antar anggota sindikasi yang bersangkutan. Lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang di leasing. Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang finance lease. Kerugian yang diderita karena piutang leasing yang nyata-nyta tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud, maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah PPh terutang berdasarkan Laporan Keuangan Triwulanan terakhir yang disetahunkan, dibagi dua belas. Dalam hal lessor juga melaksanakan kegiatan operating lease, maka laporan keuangan triwulanan dimaksud adalah laporan keuangan triwulanan gabungan.

 Perlakuan Pajak bagi Lessee
selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang dileasing, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan. Pembayaran leasing oleh lessee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi leasing tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku. Dalam hal masa leasing lebih pendek dari masa yang telah ditentukan, DJP melakukan koreksi atas pembebanan biaya leasing. Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2 (dua) transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa-guna-usaha. Transaksi penjualan barang modal kepada lessor diperlakukan sebagai penarikan aktiva dari pemakaian oleh sebab biasa. Lessee tidak memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran leasing. Atas penyerahan jasa ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.


Kesimpulan :
Leasing berperan penting dalam masyarakat terutama untuk masyarakat yang tidak mempunyai cukup kemampuan financial dalam memiliki barang – barang modal, tetapi dalam Leasing pihak yang diuntungkan adalah Lessor karena menggunakan Perjanjian Baku yang harus ditaati oleh Lessee, seringkali Lessor menggunakan Perjanjian tambahan yang untuk melindungi kepentingannya, perusahaan leasing biasanya mengambil jalan pintas dengan membuat surat perjanjian tambahan yang dipisahkan dari klausul baku (perjanjian, kontrak, akad kredit, dsb.) yang disepakati. Dalam perjanjian tambahan tersebut, biasanya tercantum pasal bahwa pengguna jasa bersedia menyerahkan kembali kendaraannya jika dalam waktu tertentu tidak bisa memenuhi kewajibannya membayar kredit. Dalam UUPK dicantumkan secara jelas, bahwa dalam klausul baku dilarang membuat pengaturan tambahan, pengubahan, dan lainnya yang dibuat secara terpisah. Dan pelanggaran tersebut bisa mendapat ancaman sanksi berupa denda sebesar Rp 2 miliar.

PEGADAIAN
Kegiatan pinjam meminjam berupa uang telah lama beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sebelum lembaga Pegadaian dikenal kebanyakan masyarakat yang memerlukan pinjaman uang mendatangi lintah darat/rentenir dengan memberikan jaminan yang mereka miliki serta membayar bunga melampaui batas kewajaran dan mencekik leher. Sehingga tujuan mereka yang utama untuk mengatasi masalah keuangan yang sedang dihadapi telah menjadi masalah baru karena disamping membayar uang pokok pinjaman mereka diwajibkan membayar bunga uang yang sangat tinggi. Dalam mengatasi masalah peminjaman uang ini maka pemerintah membentuk lembaga keuangan perbankan. Tetapi ruang lingkup perkreditan pada bank ini kebanyakan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas, hal ini tentunya tidak terlepas dari tujuan perbankan yang dalam memberikan kredit menginginkan keuntungan. Keuntungan ini dapat diperoleh pihak bank melalui penetapan suku bunga yang relatif tinggi yang hanya mampu dipenuhi oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas.
Disamping itu pada lembaga perbankan dalam melakukan pinjaman harus melalui sistem birokrasi yang panjang dan rumit. Oleh karena pemberian kredit terhadap masayarakat ekonomi lemah belum dapat dipenuhi maka pemerintah membentuk lembaga pengkajian yang dapat memberikan pinjaman modal pada masyarakat ekonomi lemah dengan pegadaian sistem hukum gadai. Lembaga ini memberikan peluang besar kepada masyarakat yang mampu mengikat kredit dengan pihak bank dengan cara mengagunkan barang-barang bergerak yang dimilikinya. Begitu juga dengan proses yang ditempuh dalam mendapatkan pinjaman adalah sederhana dan dalam waktu yang singkat. Hal ini tertuang dalam semboyan Perum Pegadaian yaitu “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”.
Pegadaian adalah sebuah BUMN di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Jajaran direksi Pegadaian saat ini adalah Direktur Utama Chandra Purnama, Direktur Keuangan Budiyanto, Direktur Pengembangan Usaha Wasis Djuhar, Direktur Operasi Moch. Edy Prayitno, dan Direktur Umum dan SDM Sumanto Hadi.
Menurut UU hukum perdata pasal 1150, Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh seorang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang mempunyai utang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada jatuh tempo.
Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti yang dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 di atas.

Pengelolaan Penggadaian
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan. Oleh karena itu, pegadaian pada dasarnya mempunyai tujuan-tujuan pokok seperti dicantumkan dalam PP No. 103 tahun 2000 sebagai berikut:
1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Turut melaksanakan dan menunjung pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.
3) Mencegah dan memberantas praktek pegadaian gelap, ijon dan pinjaman tidak wajar lainnya.

Fungsi Pokok
Fungsi pokok pegadaian adalah sebagai berikut:
1) Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat, aman dan hemat.
2) Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi pegadaian maupun masyarakat.
3) Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, pendidikan dan pelatihan.
4) Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana pegadaian.
5) Melakukan penelitian dan pengembangan serta mengawasi pengelolaan pegadaian.
Dari tugas, tujuan dan fungsi pegadaian tersebut perum pegadaian adalah lembaga kredit yang melayani hampir semua jenis kebutuhan dana. Kredit tersebut dapat berupa kredit untuk kebutuhan konsumsi atau terlebih untuk tujuan produksi (misalnya biaya pengolahan sawah dan sebagainya).


Referensi :
http://masalahpajak.blogspot.com/2007/09/leasing.html
http://dahlanforum.wordpress.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pegadaian
http://hendra-ssetyawan.blogspot.com/2010/11/pengertian-pegadaian.html
http://zonaekis.com/latar-belakang-berdirinya-pegadaian-syari%E2%80%99ah#more-2272

Tidak ada komentar:

Posting Komentar